Ancaman Kekacauan Hukum dan Pemberantasan Kejahatan: YLBHI Desak Presiden Prabowo Batalkan KUHAP Baru

YLBHI Desak Presiden Prabowo Batalkan KUHAP Baru

Jakarta, 22 November – Pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru menjadi sorotan tajam dari Koalisi Masyarakat Sipil. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan organisasi sipil lainnya mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) demi membatalkan pemberlakuan UU KUHAP yang baru disahkan DPR.

Desakan ini muncul setelah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menggelar konferensi pers di gedung YLBHI, Jakarta. Fokus utama kritik adalah potensi kekacauan dan pelemahan masif terhadap upaya pemberantasan kejahatan spesifik seperti penyelundupan, narkotika, dan perusakan hutan.

Direktur YLBHI, Muhammad Isnur, menyatakan bahwa KUHAP baru ini secara fundamental mengancam kewenangan penegak hukum di luar kepolisian, berpotensi menggagalkan agenda strategis pemerintah, termasuk asta cita Presiden Prabowo sendiri.

Penegak Hukum Kehilangan Taji: Wewenang Bea Cukai dan BNN Terancam

Kekhawatiran utama koalisi sipil bertumpu pada Pasal 93 KUHAP baru. Pasal ini secara eksplisit menyatakan bahwa penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dan penyidik tertentu, seperti di Bea Cukai atau Badan Narkotika Nasional (BNN), tidak bisa melakukan penangkapan kecuali atas perintah penyidik Polri.

Isnur menyoroti betapa parahnya dampak pasal ini terhadap penegakan hukum di lapangan.

1. Ancaman terhadap Pemberantasan Penyelundupan

Secara spesifik, Isnur meminta Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk segera mencermati KUHAP baru. Pejabat Bea Cukai, sebagai PPNS, memiliki kewenangan tegas untuk menangkap dan menahan pelaku penyelundupan berdasarkan UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.

Bayangkan Anda adalah seorang penjaga gawang yang bertugas khusus menangkap bola. Tiba-tiba, ada aturan baru yang menyatakan, Anda hanya boleh menangkap bola jika wasit (Polri) memberikan aba-aba terlebih dahulu. Padahal, bola (penyelundup) itu bergerak cepat dan harus segera diamankan. Jika penjaga gawang harus menunggu perintah wasit di lapangan yang berbeda, peluang gol (kejahatan) akan sangat tinggi.”

“Pak Purbaya bilang akan tangkap, akan tangkap penyelundup, hei penyidik Bea Cukai Anda akan kehilangan kewenangannya kalau di situ tidak ada penyidik Polri,” tegas Isnur. Ini secara langsung mengancam rencana Purbaya yang sempat menyatakan akan melakukan penangkapan besar-besaran terhadap pelaku penyelundupan barang ilegal pada Oktober lalu.

2. Melemahkan Perang Melawan Narkotika dan Kejahatan Hutan

Dampak serupa, bahkan lebih berbahaya, dinilai terjadi pada Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polisi Kehutanan.

  • BNN: Sesuai UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, penyidik BNN memiliki kewenangan mutlak untuk melakukan penangkapan dan penahanan dalam operasi antinarkoba. Jika mereka harus menunggu perintah penyidik Polri, momentum penting dalam penanganan kasus narkoba akan hilang, padahal kecepatan adalah kunci dalam memberantas jaringan narkotika.
  • Kehutanan: Polisi kehutanan, berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 dan UU No. 18 Tahun 2013, juga memiliki kewenangan penangkapan untuk kasus perusakan hutan. Pembatasan kewenangan ini akan memperlambat penindakan kejahatan lingkungan yang seringkali harus dilakukan secara cepat dan jauh dari jangkauan Polsek terdekat.

YLBHI dan Koalisi Sipil Desak Presiden Prabowo Batalkan KUHAP Baru

Pertentangan Hukum yang Menciptakan Kekacauan

Inti dari masalah ini adalah pertentangan atau konflik hukum (kontradiksi norma) antara KUHAP baru dengan berbagai undang-undang sektoral lainnya.

Isnur mengakui bahwa KUHAP baru memiliki Pasal 363 yang menyebutkan bahwa semua ketentuan mengenai peraturan kewenangan penyidik tertentu tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan KUHAP baru.

“Nah, situasinya bertentangan,” ujar Isnur.

  • Undang-Undang Sektoral (Narkotika, Kepabeanan, Kehutanan): Menyatakan penyidik mereka punya kewenangan menangkap dan menahan secara mandiri.
  • Undang-Undang KUHAP Baru (Pasal 93): Menyatakan mereka tidak punya kewenangan menangkap tanpa perintah penyidik Polri.

“Ini seperti memiliki dua buku panduan di tempat kerja. Buku panduan pertama (UU Sektoral) mengatakan, ‘Anda boleh langsung bekerja.’ Tetapi, buku panduan kedua yang baru (KUHAP) mengatakan, ‘Anda tidak boleh bekerja sampai bos (Polri) memberikan izin.’ Karena kedua aturan ini saling bertolak belakang pada poin yang sangat mendasar, yang terjadi di lapangan adalah kebingungan total, penundaan, dan akhirnya ketidakmampuan untuk bertindak.

Isnur menyimpulkan, “Maka Prabowo dengan ini berarti membiarkan terjadi kekacauan dalam penanganan itu. Bahaya sekali.”

Desakan Perppu: Jaminan Meaningful Participation

Selain masalah teknis penegakan hukum, Koalisi Sipil juga mengkritik proses legislasi KUHAP yang dinilai tidak melibatkan partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation). Klaim Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman yang menyebut pembahasan RKUHAP sudah memenuhi prinsip tersebut dibantah keras oleh koalisi.

Dengan mempertimbangkan dampak kekacauan hukum yang masif ini, Koalisi Masyarakat Sipil berpendapat bahwa desakan agar Presiden Prabowo mengeluarkan Perppu adalah tindakan yang sangat beralasan.

“Sangat beralasan, Prabowo sebagai presiden segera menetapkan dan mengeluarkan Perppu, ya. Penundaan dan pembatalan atau perubahan untuk KUHAP,” tegas Isnur. Perppu dipandang sebagai langkah cepat dan konstitusional untuk mencegah kerusakan sistem penegakan hukum yang lebih dalam dan menjamin agenda reformasi hukum yang menjadi janji politik Presiden.

Loading

Bagikan:
error: