MANAJEMEN RESIKO BANK SYARIAH DI MASA PANDEMI

Masa pandemi merupakan suatu masa dimana berbagai macam bidang mengalami perubahan. Dengan tanpa persiapan harus melakukan kesigapan dalam menggadapi pandemi, demi mempertahankan sebuah pelaksanaan dalam suatu perusahaan.

Bicara manejemen resiko, seharusnya sebuah pandemi ini masuk dalam satu sistem manajemen resiko dalam operasional. Resiko dalam perbankan merupakan suatu kejadian potensial. Secara umum, salah satu tantangan di bank syariah saat pandemi Covid-19 adalah likuiditas dan rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF).

Adiwarman memprediksikan bank syariah akan mulai tertekan pada Juli 2020 dan Agustus pada puncaknya. Pada bulan tersebut bank syariah kehilangan pendapatan dari pembiayaan, bagi hasil, karena nasabah memasuki periode gagal bayar bulan keempat dan lima.

Dengan pendapatan turun, maka kurang daya saing, bagi hasil simpanan menurun, lebih kecil, hal tersebut membuat pandangan para nasabah pada bank konvensional menjadi lebih menarik. Namun demikian, risiko kenaikan NPF tersebut dapat diatasi dengan kebijakan POJK Nomor 11 /POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Bank dapat melakukan restrukturisasi sehingga NPF bisa ditekan.

Selain itu, likuiditas yang tidak merata di industri. Beberapa bank bisa menikmati kelebihan likuiditas. Adiwarman menyarankan adanya kebijakan regulator untuk pemerataan likuiditas di industri. Ia menyebutkan dua opsi solusi merujuk pada kondisi krisis 1998 dan 2008. Saat itu, bank-bank syariah melakukan konversi pembiayaan dengan akad murabahah menjadi pembiayaan dengan akad musyarakah dan mudharabah. “Konversi akad ke yang sifatnya bagi hasil itu sempat dilakukan saat krisis dulu,” katanya.

Setelah melewati bulan Agustus yang krusial, ia meyakini industri perbankan syariah bisa kembali normal dan akan memiliki lanskap bisnis baru. Ia menyarankan industri untuk bergotong royong saling menopang saat menghadapi pandemi Covid-19.

Cara yang dapat dilakukan untuk menghadapi pandemi adalah memanfaatkan berbagai kanal untuk pemasaran produk, pemanfaatan teknologi, membeli entitas baru atau mencari investor. Adiwarman menyampaikan di masa saat ini banyak investor yang sedang mencari bank untuk diakuisisi.

Di sisi lain, dalam menghadapi kondisi pandemi Covid-19, sektor perbankan syariah memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan perbankan konvensional. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan bahwa keunggulan itu bisa dilihat dari sisi aset. “Perbankan syariah kreditnya kan underline-nya jelas ada aset yang benar-benar terprediksi dan dari sistem keuangan menggunakan bagi hasil, bukan dengan bunga,” jelasnya, dalam acara Economic Challenge Special Ramadan yang diselenggarakan Metro TV, Rabu (21/5). Hal itu diharapkan bisa memberikan ketahanan lebih kuat dari sisi kualitas aset dibandingkan dengan perbankan konvensional.

Selain dari sisi aset, likuiditas perbankan syariah punya sisi fanatisme. Alasan nasabah menabung di bank syariah satunya karena faktor keyakinan bahwa sistem syariah sesuai dengan ajaran Islam. Maka likuiditas perbankan syariah di masa seperti ini tidak akan mengalami kekurangan likuiditas.

Perbankan syariah di masa pandemi ini justru bisa mendapatkan nasabah dari sisi tabungan yang lebih luas lagi, dan bank syariah bisa terus berekspansi dari sisi digital.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Ventje Rahardjo menambahkan, kebijakan kelonggaran likuiditas yang dilakukan oleh otoritas moneter memberikan ruang gerak kepada perbankan. “Mempunyai ruang gerak menjaga kewajibannya, menjaga penarikan-penarikannya,” katanya.

Lebih lanjut, Ventje mengungkapkan risiko yang dihadapi perbankan syariah pada dasarnya tidak banyak berbeda dengan yang dihadapi perbankan secara umum. Tetapi, perbankan syariah memiliki satu penyangga lain yaitu kepatuhan terhadap produk dan objek-objek dari pembiayaan yang diawasi oleh satu kelompok Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ditunjuk Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). “Jadi di perbankan syariah risiko terhadap pembiayaan yang keluar dari prinsip syariah relatif terjaga,” imbuh Ventje.

Dengan adanya pandemi seperti ini, Direktur Utama BNI Syariah Abdullah Firman Wibowo mengatakan, ada upaya perbankan syariah untuk menjaga layanan aktivitas transaksi bank. Caranya dengan mendorong para nasabah untuk menggunakan mobile banking dan internet banking. Sebelumnya, bagi para nasabah yang sifatnya tradisional mau tidak mau harus merubah polanya dengan menggunakan mobile banking dan internet banking.

Penulis: Rofiah, Mahasiswi STEI SEBI – Depok.

 

Loading

Bagikan:
error: